entah mengapa, Siti Nurbaya menyapaku pagi tadi
maka, kubuka kembali catatan yang mulai kusam
kutemui gagahnya batu nisan
kudapati perkasanya kekayaan
aku benci seringai Datuk Maringgih
melemparku pada kenyataan
inilah!
"ternyata sehidup semati itu bius bagi hati"
Sang Datuk bersiul riang
mengangkangi dua nisan bersebelahan
entah kepuasan apa yang didapat dari sebuah kematian...
pagiku jadi berantakan
rencana sarapan lontong tunjang
menguap bersama kibasan debu pada kisah usang
"besok aku akan ke Gunung Padang! akan kukangkangi pula dua nisan bersebelahan...
aku tak suka kisah cinta yang berakhir mati."
seringai Datuk Maringgih semakin menjadi
kututup saja catatan kusam ini
lalu mataku senyum pada penutup dongeng H.C. Andersen;
...and live happily ever after
maka, kubuka kembali catatan yang mulai kusam
kutemui gagahnya batu nisan
kudapati perkasanya kekayaan
aku benci seringai Datuk Maringgih
melemparku pada kenyataan
inilah!
"ternyata sehidup semati itu bius bagi hati"
Sang Datuk bersiul riang
mengangkangi dua nisan bersebelahan
entah kepuasan apa yang didapat dari sebuah kematian...
pagiku jadi berantakan
rencana sarapan lontong tunjang
menguap bersama kibasan debu pada kisah usang
"besok aku akan ke Gunung Padang! akan kukangkangi pula dua nisan bersebelahan...
aku tak suka kisah cinta yang berakhir mati."
seringai Datuk Maringgih semakin menjadi
kututup saja catatan kusam ini
lalu mataku senyum pada penutup dongeng H.C. Andersen;
...and live happily ever after
Tidak ada komentar:
Posting Komentar