"Sebuah Blog Berisi Kumpulan Puisi Indonesia"


Senin, 30 Januari 2012

Menggugat Debu

kausimpan rapat rahasia sepotong kue serabi
tentang campuran apa yang menyembulkan pori-pori
namun terlupa gigi ompong di tengah
sepotong sisa nasi kisruhi adonan keramat

siang tak mengabarkan apa-apa selain gerah
tentang panas yang semestinya belum musim
namun hujan sah-sah saja enggan turun
masa katak beranak pinak dalam tempurung
hilang sudah berganti cumbu ular di rumpun bambu

mata jernihmu tak kujumpa di warung gado-gado sebelah rumah
tentang aromamu tertinggal di angin semilir
bukan bau yang biasa kuhidu
namun siapa larang jika kaubosan jadi babu?

kubuat catatan kecil tentangmu
bahwa tak seharusnya debu hinggap di lipatan baju
semestinya gerimis menggagalkan muslihat-muslihat
agar senja nanti langit berwarna merah jambu



Bengkulu, 7 Januari 2012

HUJAN

Murung
Kelam sekeliling menelikung
Hangat kopi memancing badung
Yang menang tetaplah sarung

Genang
Mata langit meruah linang
Buram jendela mengabur pandang
Bibir monyong sedari pagi terhidang

Hujan
Bikin Sutan jadi kurang kerjaan
Menulis puisi sambil fesbukan
Menangisi rindu telah bosan


Bengkulu, 8 Januari 2011

Pertempuran

dia mengintai dari balik selimut
menatap gerakku tak berkedip
sambil mengasah pisau dengan batu dendam,
__bukannya aku tak tahu

aku mengintai dari balik tirai
menunggu lengahnya tak berjeda
sambil mengisi senapan dengan peluru kesumat,
__bukannya dia tak tahu

perseteruan ini menunggu puncak
saat rencana busuknya bertemu akal busukku
dipastikan meledak di gelanggang berdarah
dengan cabikan di hati dan jiwa
sedangkan air mata penyaksi hanya bumbu
hingga dua petarung gugur dalam tangis sesal
__bukannya kami tak tahu


Bengkulu, 9 Januari 2012

Sajadah

Pada kuning hamparmu, sujudku berkhidmat
Bulir-bulir adalah harapan penuh senyum
Matahari dan sungai merangkai pelangi

Pada lupa akan bergantinya musim, kepalku meradang
Retak-retak tanah adalah matinya tengadah syukur
Matahari dan sungai bergidik mengkerut

Sajadahku berduri
Kuinjak sekeruh hati, sebagai alas maki-makian keji
Pada air sungai yang tak lagi mengaliri


Bengkulu, 10 Januari 2012

Kirimkan Lewat Hujan

Aku sedang gundah, Dinda

Hujan tak mengabarkan aroma ketiakmu
Tiap rintik masih saja menyuntikkan perih nan serupa
Dua musim sudah, kukira...

Aku terdiam di bingkai dingin
Bersendiri di ramainya gaduh
Menghirup udara sepi

Kita bercinta dalam asuhan purnama nan hadirnya tergores di batu
Namun hujan mengikis turus terakhir

Gundahku tak bermuara, kala kulupa, telah berapa lama kita tak bersama

Aku semakin gundah, Dinda

Kirimlah aroma ketiakmu...lewat hujanpun tak apa


Bengkulu, 15 Januari 2012

Tamat Musim Tarian Panen

rindu terdampar di sepetak sawah retak
menempel pada wangi keringat belalang
hinggap di punggung ikan kecil sekarat
tak berdaya 'tuk susuri pematang rekah

rindu bermuara hujan air mata
kampung tak berani lagi memanggil
selendangmu tergantung cabik
tamat musim tarian panen


RGS

Mengapa Tak Pernah Kubilang Cinta

Ingin rasanya berbisik lembut di telingamu
bahwa aku cinta kepadamu;

...saat mawar tersenyum di awal pagi,
dengan semerbaknya yang mengirimkan pesan
ada setangkai sedang merekah bunganya

...saat mata kita beradu,
bak embun, bening sayu mencipta gigil
dengan desir-desir halus-halus,
yang kadangkala berubah degup memburu

Namun setiap pagi adalah pagi yang biasa....

Gegas kurapikan selimut hati,
kuseduh pula secangkir kopi hitam
walau di atas meja ada secawan anggur
sesungguhnyalah aku tak ingin mabuk terlalu pagi

Jika boleh kubermisal
maka engkau adalah rembulan, sayang...
Indah kupandang dari kejauhan
namun akan membakar jika kurengkuh

Kau selalu ada,
tersimpan rapi dalam dada

Biarkan saja pagi-pagi kita menjadi pagi-pagi yang biasa
Ada mawar, ada kopi hitam

Aku tak bisa memilikimu
Dengan atau tanpa alasan
Dengan atau tanpa permakluman
Tapi aku sungguh cinta kepadamu melebihi kata-kata
Itu saja!


Bengkulu, 14 Juli 2011
(saat kau bertanya mengapa...)

Si Kusut Masai Itu Aku

telah berwindu rasanya tak lagi kureguk embun muda nan dulu adalah reguk pagi buta. kopi garam sempurna pengganti, menurutku. lalu dari pagi ke siang ke malam kugantang cengarcengir dalam khayal nan sama, tentang berpacu menuju asal. padahal debu terlalu tebal melapisi wajah berjerawat kecilkecil. seusap tetes tangis langit serasa tak berarti. kemarau terlalu lama mengurungku.

di persegi kamar melukis semua semu, dengan polesan rayu di sanasini. aku akan berkandang tepat di wangi Tahta-Nya, kataku. maka kupacu lagi khayal dari pagi ke siang ke malam. lenalah pula dunia tertindih bayang langit. megapmegap butuh nafas buatan.

engkau datang.
dengan kuda berpelana emas menjinjing neraca nan setimbang. mengulurkan tambang sutera rapuh berwarna pelangi, tempat biasa burungburung senja merapatkan tengger. namun malam terlalu gegas memanggil kelam.

masih di kamar nan sama, dian pelita pudur. khayal meraba bara. maka sebaiknya pulanglah ke rumah bapakmu, dek. biarkan khayal ini mencapai tamat sempurna. bayang langit masih terlalu perkasa, kusut masai aku jadinya. engkau, pulanglah! pulanglah! pulanglah! jangan sampai kusut masai pula di teraliku.


Bengkulu, 23 Januari 2012

Bayang Seroja

Berjuta pagi seusai mimpi, kepulan asap kopi dan rokok bersepakat membayang sebentuk kembang. Kelopak berwarna pastel lembut menyentuh kenangan. Teringat pesanmu di kala musim masih wangi, “Jika kaulihat kepulan asap, kopi pun rokok, ingatlah aku sebagai Seroja penghias mimpi.” Selalu kepulan asap membayang pesanmu, lalu aku selama setengah jam lebih beberapa menit akan menikmatinya dalam kedip sekali dua. Seroja mewakili hadirmu di setiap pagi. Penyemangat menantang matahari, pelipur lara sengitnya hari-hari.

Tak pagi ini.
Kepulan asap kopi dan rokok bersepakat tak membayang sebentuk apa. Segenap imaji kukerahkan melukis kelopak berwarna pastel lembut. Kenangan bergeming pada debar jantung yang biasa. Pasi embun basi jatuh selayak pagi di rerumput. Terlalu biasa pagi ini. Tak Seroja, tak pula kembang apa. Kepulan asap perlahan pergi, menggamit matahari berlalu ke balik gumpal mega. Asa memucat pada kelumun sarung, sebatang rokok dan secangkir kopi.


Bengkulu, 22 Januari 2012

Dari Liang

Alahai, sudah mampus rupanya aku
gelap menjadi dinding, alas dan atap
kelam selimuti pembaringan
cacing kepindingnya

Siapa yang mengantarku kemarin sore?
kamu dimana? dengan siapa? sedang berbuat apa?
tinggal pantul gemetar balasi risau
senyap lesap harap jawab

Alahai, sudah mampus rupanya aku
lerai gelisah nanti paripurna
kambut dosa himpit raga
titik syahadat bernoda pula

Siapa yang ‘kan kipasi gerah?
suluhi kelam dengan seberkas cahaya,
doamukah?


Bengkulu, 19 Januari 2012

Rabu, 25 Januari 2012

Pelacurmu

Jangan pula berniat menikahiku
Bisa jadi kau akan mengurangi penghasilanku
Repot benar kalau kau harus mencintaiku

Datang saja ke pelukku
Setiap kali kaurindu aroma ratusku

Dan karena aku mencintaimu
Tak perlu pula kaubayar aku
Bisikkan saja janji-janji palsu di telingaku
Niscaya aku pasti tergila-gila padamu

Rabu, 18 Januari 2012

Helai Mawar

Menjalani kisah bersamamu
tidak seindah menghitung helai mawar
meskipun keduanya sama-sama
hanya untuk tahu ya atau tidak

Jumat, 13 Januari 2012

SAJAK UNTUKKU

ANNI SOETARDJO


Sudah lama aku fakir
Syairku terperangkap bubu hilir mudik
Di sungai-sungai kering stanza afkir
Oh, syairku jungkir balik kata-kata pelik

Mana yang untukku ?

Mana-mana pula rindu sederhana seorang kawan lama
Mengukir jendela dan langit-langit bersama-sama menembus kanopi
Bertepi garis horizon senja-senja
Dia menguntai manik-manik metafora dengan kata dua-dua

Untuknya untukku

Lalu dipakaikan kalung itu ke leher jenjangku seperti aqualung para penyelam
Abalon dan mutiara menunggu dibalik terumbu
Lautan sajak penuh huruf “U”

Untukku, untukku, untukku…

Kali ini bisakah untukku saja ?

Rabu, 11 Januari 2012

TUHAN, BERILAH AKU SANDAL!

ANNI SOETARDJO


Tuhan, apakah aku harus datang pada-Mu telanjang kaki? Sudah lama sepatuku dekil dimangsa hujan lalu robek sana-sini digigit tikus. Sandalku sama saja amburadul. Nyaris setipis kertas hingga jika kubernafas lebih keras dari hela, dia kembang-kempis menahan betis lobakku yang bertabi’at grasa-grusu. Sandalku minta suksesi damai, Tuhan…

Akhir-akhir ini, Tuhan. Kenapa sandal sering sekali dipercakapkan dimana-mana, sampai seolah menuding kaki kapalanku. Naik daun padahal tetap paling bawah. Membuat pedagang tas dan ikat pinggang cemburu, kapan giliran mereka jadi sorotan. Lalu dengan latah kutimpali perdebatan itu sekenanya, mudah-mudahan tak kena salah-satu anggota polres. Belakangan mereka stres, takut wajahnya ditimpuk sandal, takut didatangi arwah tahanan yang gantung diri. Ah, kasihan juga. Setiap mau pakai sandal teringat-ingat kaki dimana, leher dimana, lalu hati cekot-cekot dicokot skandal.

Dan aku masih ingin berlari menuju-Mu telanjang kaki, Tuhanku. Tapi Kau saksikan sendiri jalanan beraspal sudah dimark-up jadi setapak taburan paku dan duri-duri, mesti bayar tiket, mesti hati-hati pada pengintai rambu. Apa jadinya jika menginjak kotoran anjing atau terkena tetanus ?!! Dua tapakku ini sama berharganya dengan mereka yang pakai Eiger atau Laboutien, sama-sama keluar dari rahim ibu yang sayang padaku.

Aku sungguh ingin datang menyimpuhkan jiwa-ragaku telanjang dari ubun hingga telapak ke haribaan-Mu, namun sekali ini Tuhan…, berilah aku sandal!

Minggu, 08 Januari 2012

KAU TAK ADA

ANNI SOETARDJO


Kubayangkan halimun itu shubuh dingin
Gegas mencari shaf pertama qiyammu ingin
Kabut-kabut melembut menyambut pagi, embunmu
Berasal dari perigi yang sama-kah ?

Embunku juga
Berkilau-kilau ditimpa cahaya lantas tiada
Kembali ke awal periode jam pasir menggugur butir
Rindui bayu berhembus dari punggung pegunungan tapi

Hawa landainya melengkung, membusung lalu membentuk gelembung hangat
Tiba padaku serupa bora

Kunikmati deburan ombak pantai
Bersama angin-anginnya yang mana saja…
(tetap saja kau tak ada)

..........................................


7 Januari 2012

BENDUNGAN

ANNI SOETARDJO



Seperti inilah
Air-air dari mata air yang sama
Hujanmu tempo hari mendadak beku setengah perjalanan ke bumiku
Dan entah kenapa sungaiku berbelok arah menyusur kelok lain

Bukankah telah kita bersumpah pelimbahan sepi takkan tersusut?
Apapun juga aral disambut kendati tujuh samudera berkumpul menjadi satu
Merasuki ceruk-ceruk jiwa

Namun baru sekolam keruh bayang purnama kau benamkan aku pula
Ke dalam pori terkatup, sungguh

Siapa sanggup menampung bandang-bandangku selain Dia ?

(kau berani-kah ?!)


7 Januari 2012

Kamis, 05 Januari 2012

KEMBALI

BENING DAMHUJI


suara-suara asing itu kian menyeretnya ke dunia sunyi
ya, sebuah tempat tanpa bumi air udara api dan suhu
di sanalah dulu dia lama menyendiri menganyam sepi
melepuh tak luluh
merepih tak pula mati
memintal sajaksajak elegi

suara-suara asing itu kian menyeretnya ke dunia sunyi
ya, sebuah tempat yang disebutnya sajadah panjang sufi
di sanalah dulu doa-doanya berkabung berurai air mata
menghamba penuh kehinadinaan
merintih menangisi dosa-dosa yang dikira putih
bersimpuh malu di ujung 'Jemari Kaki Sang Kekasih'
suara-suara asing itu kian menghelanya ke dunia sunyi
dan, dia harus kembali

(Tuhan, aku selalu ingin menemui-MU di tempat sunyi)

Saat hujan di atas kota senja ini, 05 Januari 2012

Rabu, 04 Januari 2012

elmaut

Cukup perkasakah kau menantang maut?
Sedang kau hanya secoreng arang di tubuh bumi

Kau mungkin pelakon handal di sinema hidup
Seribu wajah seribu senyum
Lalu kau menenggak anggur sukacita
dari piala sesembahan dewa

Kau mungkin penyair ulung
Menabur ludah pada banyak wajah
Lalu kau menjilat ceceran darah
dari hati yang patah

Kau mungkin dipuja
Kau mungkin pemuja
Kau mungkin sesiapa saja yang sanggup menggenggam hasrat dan imaji sesiapa pula

Namun cukup perkasakah kau menantang maut?
Kurasa kau hanya kan mencoreng arang di wajah

Aku bicara tentang kita, atau tentang kami saja pun tak apa
Airmata membelanga tatkala teringat ini cerita

Maut memang selalu jadi sebuah cerita...
dengan genangan airmata berbelanga-belanga.

Jikalah saja.


RGS

PELANGI

pelangi selengkung pedang
sehabis hujan
mengusap tangis puan

pelangi selengkung pedang
membawa harapan
menebas tangis puan


RGS

IBU

ibu, gurat di bawah mata tuamu itu bercerita begitu banyak kisah,
jejak tegas begitu banyak sejarah.

ibu, aku ingin tenggelam dalam kedamaian wajahmu.
menyusuri bertahun-tahun kisah aku dan kamu, berharap hadirku bukan hanya beban bagimu.

"ibu, kapan terakhir kali engkau tersenyum karenaku, ya?"


RGS

DESEMBER RAGU-RAGU

pinjami aku kekang dari sembrani gagahmu
aku ingin menghentikan laju waktu tepat di menit ini
jikapun mesti terkapar, kuingin di menit ini saja

atau tuliskan secarik ramuan rahasia agar ragaku bisa tak menua
desember ini aku merasa semakin renta saja
semilir bayu serupa selaksa jarum susupi pori-poriku
jikapun mesti berdarah, kuingin di menit ini saja

aku yakin sangat, desember ragu-ragu menyudahi tiga puluh satu hitungannya

pergantian hari serupa kesia-siaan yang mau tak mau
tak kulihat lagi beda kemarin, hari ini, pun esok
jikapun mesti pudur, kuingin di menit ini saja

aku semakin menua, renta dijemur derita
terkapar, berdarah, pudur

enggan sudah aku berdoa
_demi sebentuk sorga yang entah ada entah tidak
enggan sudah aku menghiba
_demi sebentuk cinta yang entah ada entah tidak

pahamilah, adinda
ini bukan desember pertamaku
ini bukan desember bertabur bunga
ini bukan desember berselimut salju

desember ragu-ragu melaju
selambat apapun itu, tetap akulah yang tertinggal
terkapar, berdarah, pudur

berhentilah wahai kau waktu!
tak ada guna kau sapa esok
hanya hitungan dosaku yang bertambah
sedang ragaku semakin renta menua

maka berhentilah di menit ini saja.


RGS

KUCING-KUCINGAN

mari kita main kucing-kucingan
aku sembunyi di balik juntai jubah
kau sembunyilah pula di balik hijab lapis dua

mari kita mulai menghitung mundur dari lima
aku menahan nafas dalam gairah mendera
kau memejam mata pula dalam gamang batas norma

permainan ini harus terus kita jaga rahasianya
bisa celaka jika ada yang turut serta
dan membocorkan persembunyian kita

mari kita main kucing-kucingan
jaga rahasia, bunuh gairah
atau...kita saling terkam saja?


RGS

PAGI PECAH

belumlah usai embun dijilat surya, gerimis datang menebalkan dendam.

rindu berkalang bau amis darah belalang, sedangkan sembah belum sempurna usai.
setengah hari akan purna begitu saja, sepertinya.

genapkan dahulu pintamu pada tuhan yang berkelamin bimbang.
sebelum rindu semakin mendendam iman.
embun berlapis rintik gerimis...
dan surya tak pernah berpaling ke arah tangis.

serupa apa kisah hari ini?

masihkah doa dan paras memelas jadi alas tipuan nafsumu?
kita membodohi malam di setiap kelamnya.
kita selingkuh ketika siang belum sempurna terang.
kita mengutuk kelamin tuhan yang memanjang...

salahkan saja hujan, jikalau pagi pecah centang perenang.


RGS

Tak Perlu Dimengerti

melengganglah waktu dengan lenggok gadis tujuh belas tahun
menyusuri wajah bumi nan semakin berkerut
menyambit bulan agar tak pernah purnama
kemudian hinggap di bawah kelopak mata

dua ratus delapan mantera menyibak misteri
merancang akhir kisah bella dan edward cullen
menghipnotis stephenie meyer agar tak meluka anak serigala

lalu waktu bertumpuk pada sepiring sesal
menyantapnya dengan kesadaran penuh tentang dosa
namun aku lahap tak peduli mertua!

bacalah jejaknya di tiap kerikil pecah
gurat yang dibuat tanpa basa-basi
menintamerahkan sebuah cinta

waktu mengakhiri lenggangnya
di kesakitanku berpisah denganmu


RGS

berbisik di mulutmu

jangan mengira aku akan mencium bibirmu...haram!
aku hanya akan berbisik di mulutmu, sini mendekatlah...


RGS

Selimut Batumu

"aku tak pernah melupakanmu, sungguh!
tetapi bukan pula berarti aku selalu mengingatmu"

lalu seekor kupu-kupu menitipkan sebelah sayap padaku
pucat tak bergairah
hingga meluntur pula rona wajahku

aku tetaplah lumut beludru selimut batumu
termangu menghitung waktu
mendungu


RGS
Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...