telah berwindu rasanya tak lagi kureguk embun muda nan dulu adalah reguk pagi buta. kopi garam sempurna pengganti, menurutku. lalu dari pagi ke siang ke malam kugantang cengarcengir dalam khayal nan sama, tentang berpacu menuju asal. padahal debu terlalu tebal melapisi wajah berjerawat kecilkecil. seusap tetes tangis langit serasa tak berarti. kemarau terlalu lama mengurungku.
di persegi kamar melukis semua semu, dengan polesan rayu di sanasini. aku akan berkandang tepat di wangi Tahta-Nya, kataku. maka kupacu lagi khayal dari pagi ke siang ke malam. lenalah pula dunia tertindih bayang langit. megapmegap butuh nafas buatan.
engkau datang.
dengan kuda berpelana emas menjinjing neraca nan setimbang. mengulurkan tambang sutera rapuh berwarna pelangi, tempat biasa burungburung senja merapatkan tengger. namun malam terlalu gegas memanggil kelam.
masih di kamar nan sama, dian pelita pudur. khayal meraba bara. maka sebaiknya pulanglah ke rumah bapakmu, dek. biarkan khayal ini mencapai tamat sempurna. bayang langit masih terlalu perkasa, kusut masai aku jadinya. engkau, pulanglah! pulanglah! pulanglah! jangan sampai kusut masai pula di teraliku.
Bengkulu, 23 Januari 2012
Tidak ada komentar:
Posting Komentar