ANNI SOETARDJO
Enam Puluh Satu
Mendung di kota orang
Lalu-lalangan sepanjang trotoar menerka-nerka mereka
Hidup macam apa dijalani masing kepala
Tergopoh mengulur menghemat waktu
Seakan cukup terampil mengelabui alur solid kuantum
Orang-orang dulu seperti ibuku tak menganggap penting momentum
Ditera sembarangan Sepuluh November enam puluh satu tahun lalu
Tak tamat sekolah dasar menjauhi lalu-lalang sebrang dunia
Dia megahkan dunia sendiri menembus kotak-kotak paradigma
Luar-dalam sama hebatnya selama kau tak menyerah
Dilema atau trauma hanya nama disematkan dokter jiwa
Salah mendiagnosa hujan penuh rahmat sebagai airmata pengkhianat
Dan kejadian masa lalu sebagai benalu hari ini
Ya, manusia modern yang kebanyakan definisi itu,
Sudah lupa nikmatnya mandi hujan…
(: 10 November 1950, ibuku pahlawanku meski dia gak punya tugu, hehehhe…)
Tiga Puluh Enam
Tiga puluh enam Novembermu merintik malam bumi
Lelaki berbahu hujan berdada langit punguti kabut mataku
Lalu diletakkannya benih venus agar fajar nanti aku bisa
Berkeredap menyambut setiap lampu
Dan pagi tadi
Saat dhuha sepancang tonggak di timur terang
Telah kuterima payung fantasimu
(: semoga makin sholeh !)
Boleh Berapa Saja
Kisah hujanku dari abadi
Berkaos bercelana pendek telanjang kaki bawah pancuran
Diguyur hangat air dingin
Tercebur ke dalam riuh sejawat memercik-mercikkan
Canda lugu dan tawa yang tak dijual kiloan
Bocahku tak mau beranjak
Beku dalam hati
Selamanya menggilai kepolosan,
Hujan yang tak sia
Tidak ada komentar:
Posting Komentar