Karya: d'AnThie melalui Kirim Puisimu
Mengapa meski mendung,
yang menyelimuti hatiku
sedang siang masih dengan terik
tapi...lihatlah gerimis di mataku
kenapa bayangmu, sulit tuk kuhapus
semakin ingin kumelupakanmu,
semakin sakit rasa ini
Hatiku terusik dan terus terusik
andai saja tak ada jarak yang mengunci langkah kaki
ingin rasa segera kusandarkan rasa gelisah
walau kita tahu....
tak mestinya kita saling mencinta
serpihan sapa rindumu yang kau titipkan di sunyiku
menjadi pelipur dan kuluruh dalam desahmu
Aaah kasih....
harus kubawa ke belantara mana rasa rindu ini....
aku terpuruk pada satu hatimu
Minggu, 25 Desember 2011
Selasa, 20 Desember 2011
Cerita Desember
setengah hari
setengah hati
kuikuti langkahmu
yang kemudian terhenti
__di halaman sebuah gereja
sedang apa, adinda?
dosa dan luka-luka abadi sudah tak ada beda
pun loncengnya hanya memanggil sunyi
jangan pinta kisah isa dariku
kupunya kisah adam hawa dan khuldi
__mari kita bertengkar saja tentang pohon itu
RGS
setengah hati
kuikuti langkahmu
yang kemudian terhenti
__di halaman sebuah gereja
sedang apa, adinda?
dosa dan luka-luka abadi sudah tak ada beda
pun loncengnya hanya memanggil sunyi
jangan pinta kisah isa dariku
kupunya kisah adam hawa dan khuldi
__mari kita bertengkar saja tentang pohon itu
RGS
MINUS DI BAWAH NOL
BENING DAMHUJI
Suara-suaramu sangar melangit
Sedangkan kau tetap tengkurap di tempat tidur
Sesekali kau membusungkan dada di pinggir jalan
Sembari menghitung jumlah debu yang diam
Kau merutuk mencercah bahkan menyemburkan liur di sana-sini
Apakah kaupikir ludahmulah yang meluapkan air di sungai-sungai?
Kau acungkan pedang tumpul meretas semak tanpa onak
Kau lupa para pendahulu telah merambahi sebelummu
Karena sayatan lalang rapuh, lolonganmu nyaris memecahkan batu-batu gunung
Kau henyak melihat burung membuat sarang dari ranting
Sementara kau tak pernah mampu membuat tikar dari rotan
Kau hanya mampu membaca aksara-aksara mati
Tak jelas!
Kau hanya pandai menghitung angka-angka dari balik selimut
Dalam mimpi-mimpi penidur!
Kau hanya memuja percikan api di tungku, tapi mengabaikan matahari
Kau mengutuk sengatan lebah, tapi mengabaikan manisnya madu!
(Apakah aku harus membakarmu saja?)
Suara-suaramu sangar melangit
Sedangkan kau tetap tengkurap di tempat tidur
Sesekali kau membusungkan dada di pinggir jalan
Sembari menghitung jumlah debu yang diam
Kau merutuk mencercah bahkan menyemburkan liur di sana-sini
Apakah kaupikir ludahmulah yang meluapkan air di sungai-sungai?
Kau acungkan pedang tumpul meretas semak tanpa onak
Kau lupa para pendahulu telah merambahi sebelummu
Karena sayatan lalang rapuh, lolonganmu nyaris memecahkan batu-batu gunung
Kau henyak melihat burung membuat sarang dari ranting
Sementara kau tak pernah mampu membuat tikar dari rotan
Kau hanya mampu membaca aksara-aksara mati
Tak jelas!
Kau hanya pandai menghitung angka-angka dari balik selimut
Dalam mimpi-mimpi penidur!
Kau hanya memuja percikan api di tungku, tapi mengabaikan matahari
Kau mengutuk sengatan lebah, tapi mengabaikan manisnya madu!
(Apakah aku harus membakarmu saja?)
Senin, 19 Desember 2011
Yang Tertinggal
Kalau semua rasa telah dituliskan
Dengan tanpa terlewat
Lalu apalagi yang tertinggal
Dengan tanpa terlewat
Lalu apalagi yang tertinggal
Minggu, 11 Desember 2011
Terperangkap
Hujan menyampaikan pesan dari langit
lewat tiap butirnya
sampai padaku jadi gigil
Aku menyebut nama-Mu
kusebut pula namanya
menjadi-jadi dalam gigil yang beda
Hujan menyamarkan parau teriakku
lewat tiap butirnya
sampai padaku jadi gigil
Aku menyebut nama-Mu
kusebut pula namanya
menjadi-jadi dalam gigil yang beda
Hujan menyamarkan parau teriakku
MENJERANG MALAM
senja sebentar lagi usai
menyeret merahnya menghilang di tikungan kelam
memanggil burung hantu datang untuk disuruh diam
apa yang terperangkap abadi di bilik dadamu?
..senjakah itu?
tak datang jua malam menyapamu?
oh, kasihan..sungguh!
tentu tak pernah kau tahu,
tadi malam purnama ditelan gerhana
menyeret merahnya menghilang di tikungan kelam
memanggil burung hantu datang untuk disuruh diam
apa yang terperangkap abadi di bilik dadamu?
..senjakah itu?
tak datang jua malam menyapamu?
oh, kasihan..sungguh!
tentu tak pernah kau tahu,
tadi malam purnama ditelan gerhana
Tembang Ilalang
Karya: Rooswanty Mahmood melalui Kirim Puisimu
Nada-nada semilir melewati kuncir dua rambut gadisku
Menenangkan suasana sore di padang lalang
Menyambut senja yang perlahan datang
Ilalang menyapa dengan tarian
Dalam rentak nada yang sama
Gadisku menari riang
Menyambut tembang ilalang yang tak pernah usang
Tentang mimpi menjadi kembang
Nada-nada semilir melewati kuncir dua rambut gadisku
Menenangkan suasana sore di padang lalang
Menyambut senja yang perlahan datang
Ilalang menyapa dengan tarian
Dalam rentak nada yang sama
Gadisku menari riang
Menyambut tembang ilalang yang tak pernah usang
Tentang mimpi menjadi kembang
Langganan:
Postingan (Atom)