terpa garang mentari menghitamkan mimpi
dera debu menebalkan daki di hati
tak banyak gunjing melekat di cinta kita
hanya gurat dalam dari sebuah dusta
cinta kita semakin lusuh
tumpukan cerita usang begitu digdaya
menindas keyakinanku akan asa kita
tak pernah kita luangkan waktu
barang sedekap untuk diri berbasuh
cinta kita semakin lusuh
lalu haruskah kutangisi koyaknya hati?
sedang kutahu itu pasti terjadi
lalu haruskah kuberhenti bermimpi?
sedang kutahu kau tak di sini lagi
ya..ya..ya..kau semakin jauh
ya..ya..ya..kau tinggalkan hatiku
aku tersudut di gelap resah
menatap sebentuk cinta kita yang semakin lusuh saja
RGS
Selasa, 15 November 2011
Sabtu, 12 November 2011
Firasat
ANNI SOETARDJO
Sudah tabi’atku membaca gelagatmu
Jejak yang kau hirup itu aku yang meniup
Kau pasti tak sadar sejauh ini telah tersesat
Aku beku kau abaikan dalam salju biru
Kelopak mawar dari segara dan rambutmu yang meruncing
Kenangan tak berwaktu hidup di degupku
Jangan dihitung
Aku tak punya angka tak punya nama tak punya suara
Tapi bisikku pada malam:
"Jangan sekali-kali menoleh ke arah bulan!"
Sudah tabi’atku membaca gelagatmu
Jejak yang kau hirup itu aku yang meniup
Kau pasti tak sadar sejauh ini telah tersesat
Aku beku kau abaikan dalam salju biru
Kelopak mawar dari segara dan rambutmu yang meruncing
Kenangan tak berwaktu hidup di degupku
Jangan dihitung
Aku tak punya angka tak punya nama tak punya suara
Tapi bisikku pada malam:
"Jangan sekali-kali menoleh ke arah bulan!"
Ketika Itu
mari sama-sama kita tunggu tiupan sangkakala itu
sejengkal matahari toh sudah tak menakutkan lagi
pun gelegak bumi hanya matang air penyeduh mie
aku mungkin juga sedang tak bersamamu
engkau mungkin juga sedang tak bersamanya
mari sama-sama kita seret cerita masing-masing
ketika itu...
RGS
sejengkal matahari toh sudah tak menakutkan lagi
pun gelegak bumi hanya matang air penyeduh mie
aku mungkin juga sedang tak bersamamu
engkau mungkin juga sedang tak bersamanya
mari sama-sama kita seret cerita masing-masing
ketika itu...
RGS
Karenamu
ANNI SOETARDJO
Dan karenamu aku bersemu
Cemburu pada matahari yang ringkas pulang ke sarang
Hatiku yang tak bersarang ingin berayun di dahan awan
Dan karenamu merah padam dadaku
Lugu bertanya mengapa mereka memandang ke arah purnama
Aku sangka akulah si Pandir
Ternyata mereka pun risau khawatir
Tak bisa lagi memuja mimpi-mimpi
Hanya bisa kembali ke sarang menemui kenyataan
Seperti kenyataanku yang takkan bisa menemuimu__sama saja
Semua punya kepahitan
Dan karenamu aku bersemu
Cemburu pada matahari yang ringkas pulang ke sarang
Hatiku yang tak bersarang ingin berayun di dahan awan
Dan karenamu merah padam dadaku
Lugu bertanya mengapa mereka memandang ke arah purnama
Aku sangka akulah si Pandir
Ternyata mereka pun risau khawatir
Tak bisa lagi memuja mimpi-mimpi
Hanya bisa kembali ke sarang menemui kenyataan
Seperti kenyataanku yang takkan bisa menemuimu__sama saja
Semua punya kepahitan
Jumat, 11 November 2011
Sayap-Sayap Hujan
ANNI SOETARDJO
Kupersembahkan bagi diriku kata-kata bijaksana pinjaman dari seorang teman :
Jangan sedih
Jangan takut
Tuhan bersama...
Lalu aku naik ke loteng lengkap dengan sayap akrophobiaku
Berpura-pura merentangkan angin dan membujuk langit merendah sejengkal
Terbang sepejam hitam berkepak-kepak
Kupersembahkan bagi diriku kata-kata bijaksana pinjaman dari seorang teman :
Jangan sedih
Jangan takut
Tuhan bersama...
Lalu aku naik ke loteng lengkap dengan sayap akrophobiaku
Berpura-pura merentangkan angin dan membujuk langit merendah sejengkal
Terbang sepejam hitam berkepak-kepak
Mendung bergulung-gulung seakan menyentuh hidung
Aku terhuyung dititiki jarum hujan
Ah, masih ada takutku_takut terluka, akut terjatuh
Karena aku manusia biasa, alasan sederhana...
Aku terhuyung dititiki jarum hujan
Ah, masih ada takutku_takut terluka, akut terjatuh
Karena aku manusia biasa, alasan sederhana...
Buntu
ANNI SOETARDJO
Langit di tinggi pelataran
Dua lusin jejak bintang berhamparan
Di tepi rumput terpangkas rapi; aku gambarkan langkah yang tak pernah pulang
Dua lusin jejak bintang berhamparan
Di tepi rumput terpangkas rapi; aku gambarkan langkah yang tak pernah pulang
Kamis, 10 November 2011
Lelaki di Batas Resah
WANDA ROSANTY
Tuntaskan sedu sedan
Sebelum tiba waktu jeda
Badai saja tak peduli
Saat kutikam gemuruhnya
Tuntaskan sedu sedan
Sebelum tiba waktu jeda
Badai saja tak peduli
Saat kutikam gemuruhnya
Tentang Cinta
WANDA ROSANTY
Boleh kubutakan mataku?
Tak kuasa kupandang cintamu yang kebesaran itu.
Boleh ku mendesah tanpa bersuara?
Aku tak kuasa melarungi semesta kasih sayangmu yang seluas pandang.
Padaku.
Boleh kubutakan mataku?
Tak kuasa kupandang cintamu yang kebesaran itu.
Boleh ku mendesah tanpa bersuara?
Aku tak kuasa melarungi semesta kasih sayangmu yang seluas pandang.
Padaku.
Aku-Penjahat-Pahlawan
Waduh!
Tak terasa sudah 10 November lagi...
Sialan!
Pahlawan sialan!
Mengapa kau papar mukamu pada pelor kompeni?
Mengapa kau julur lehermu pada samurai Jepun?
Dulu, otakmu kemana?
Sialan!
Tak terasa sudah 10 November lagi...
Sialan!
Pahlawan sialan!
Mengapa kau papar mukamu pada pelor kompeni?
Mengapa kau julur lehermu pada samurai Jepun?
Dulu, otakmu kemana?
Sialan!
Hujan Bulan November
ANNI SOETARDJO
Enam Puluh Satu
Mendung di kota orang
Lalu-lalangan sepanjang trotoar menerka-nerka mereka
Hidup macam apa dijalani masing kepala
Tergopoh mengulur menghemat waktu
Seakan cukup terampil mengelabui alur solid kuantum
Enam Puluh Satu
Mendung di kota orang
Lalu-lalangan sepanjang trotoar menerka-nerka mereka
Hidup macam apa dijalani masing kepala
Tergopoh mengulur menghemat waktu
Seakan cukup terampil mengelabui alur solid kuantum
Kau dan Cermin
BENING DAMHUJI
Tidak mungkin kau tak punya cermin,
karena peradaban sudah maju...
Tapi kau tak memanfaatkannya untuk berkaca...
Hingga kau tak melihat potensi dan kesempurnaan diri sendiri
Ah, malah kau bercermin di telaga keruh...
Yang muncul di permukaan hanyalah sketsa buram
Bahkan wajahmu tak berbentuk,
pecah belah retak-retak tak sempurna
Sebegitukah kau memberi nilai kepada orang lain?
Laksana ujud wajahmu di telaga itukah?
Tidak mungkin kau tak punya cermin,
karena peradaban sudah maju...
Tapi kau tak memanfaatkannya untuk berkaca...
Hingga kau tak melihat potensi dan kesempurnaan diri sendiri
Ah, malah kau bercermin di telaga keruh...
Yang muncul di permukaan hanyalah sketsa buram
Bahkan wajahmu tak berbentuk,
pecah belah retak-retak tak sempurna
Sebegitukah kau memberi nilai kepada orang lain?
Laksana ujud wajahmu di telaga itukah?
Bedebah
BENING DAMHUJI
Oh!
Entah tangan siapa memegang pedang
Kebenaran-kebenaran dikebiri
Harga diri lintang-pukang ke comberan
Bah!
Oh!
Entah tangan siapa memegang pedang
Kebenaran-kebenaran dikebiri
Harga diri lintang-pukang ke comberan
Bah!
Rabu, 09 November 2011
Siti Nurbaya
entah mengapa, Siti Nurbaya menyapaku pagi tadi
maka, kubuka kembali catatan yang mulai kusam
kutemui gagahnya batu nisan
kudapati perkasanya kekayaan
maka, kubuka kembali catatan yang mulai kusam
kutemui gagahnya batu nisan
kudapati perkasanya kekayaan
Walau Salah
klik di sini untuk nonton via Youtube lagunya :)
(sebuah lagu repetisi buatmu)
Mungkin harus kutulis dengan tinta merah
Namamu dalam lembar sejarah
Nama yang mengalir bersama darah
Walau kutahu ini salah
(sebuah lagu repetisi buatmu)
Mungkin harus kutulis dengan tinta merah
Namamu dalam lembar sejarah
Nama yang mengalir bersama darah
Walau kutahu ini salah
Selasa, 08 November 2011
Tidur Tanpa Mimpi
BENING DAMHUJI
Baringkan jiwa di tikar realita
Lepaskan keletihan hari-hari yang patah hati
Lupakan janji menawan yang diingkari
Mimpi tetaplah mimpi
Mimpi indah pun tetaplah mimpi
Baringkan jiwa di tikar realita
Lepaskan keletihan hari-hari yang patah hati
Lupakan janji menawan yang diingkari
Mimpi tetaplah mimpi
Mimpi indah pun tetaplah mimpi
Kirimkan Aku Seorang Pria dari Langit
BENING DAMHUJI
Musim silih berganti
Kelaraan ibarat bianglala jelaga
Kenangan kenangan merah putih kelabu
menapaki sangkala tak berbilang jemari
Kisah merpati yang tiada kunjung pulang
Mengiris bingkai hari yang terus berlari
Melati di sudut taman berguguran tanpa angin
Raksi nan mewangi luruh berkalang tanah
Muram durja jiwa berbalut mendung sepanjang tahun
Hati yang patah letih bersemayam kelambu kegamangan
Musim silih berganti
Kelaraan ibarat bianglala jelaga
Kenangan kenangan merah putih kelabu
menapaki sangkala tak berbilang jemari
Kisah merpati yang tiada kunjung pulang
Mengiris bingkai hari yang terus berlari
Melati di sudut taman berguguran tanpa angin
Raksi nan mewangi luruh berkalang tanah
Muram durja jiwa berbalut mendung sepanjang tahun
Hati yang patah letih bersemayam kelambu kegamangan
Mata Air, Airmata
BENING DAMHUJI
Mata air
Mata air!
Telah kering
Hutan kami dibabat
Hidup kami disembelih
Airmata
Mata air!
Semerah darah
Pohon kami meranggas
Hujan pun bagai percikan api
Panas kerontang
Bagai terpanggang di tungku matahari
Mata air
Mata air!
Telah kering
Hutan kami dibabat
Hidup kami disembelih
Airmata
Mata air!
Semerah darah
Pohon kami meranggas
Hujan pun bagai percikan api
Panas kerontang
Bagai terpanggang di tungku matahari
Aku Mencintai Sebuah Puisi
ANNI SOETARDJO
Tuhan, aku mencintai sebuah puisi
Hujam matanya menembus kabut melesat ke ulam jantung
Senyum manisnya bagai dipatri abadi di sukma raya
Dan aku mencintai puisi ini, Tuhan...
Ketika dia menujuku dan aku hampirinya lalu laksa kupu-kupu
Berhamburan menarikan huruf-huruf yang memang
Semestinya terkatakan antara aku dan dia
Peluk paginya pada gerimis pucat
Aku mencintai lambai tangannya dan secarik puisi selamat tinggal Ditulisnya dengan sebatang arang di langit mendungnya
Yang juga langit mendungku
Dalam diam, aku dan dia mencintai puisi ini...
Tuhan, aku mencintai sebuah puisi
Hujam matanya menembus kabut melesat ke ulam jantung
Senyum manisnya bagai dipatri abadi di sukma raya
Dan aku mencintai puisi ini, Tuhan...
Ketika dia menujuku dan aku hampirinya lalu laksa kupu-kupu
Berhamburan menarikan huruf-huruf yang memang
Semestinya terkatakan antara aku dan dia
Peluk paginya pada gerimis pucat
Aku mencintai lambai tangannya dan secarik puisi selamat tinggal Ditulisnya dengan sebatang arang di langit mendungnya
Yang juga langit mendungku
Dalam diam, aku dan dia mencintai puisi ini...
Andai Ini Puisi
ANNI SOETARDJO
Puisi seperti ini sudah kutulis ribuan kali
Setiap kali berlinang-linang roboh bergelimpang
Usang
Kata-kata yang dipaksa terbaca filosofis
Padahal aku-pun sama bodohnya
Dengan kehampaan jeda aksara
Aku bercerita tentang mereka seperti telah lama
Mendekam dalam asam-garam mata-mata letih itu
Atau susu encer yang terlalu mewah untuk diteguk
Aku bercerita tentang diriku seperti terlatih
Mengenal sisi hitam-putih lekuk-lekuk pribadiku
Andai dari pertama aku tahu bahwa aku tak tahu apa-apa
Andai puisi ini penghujung matiku
Kemudian kau hidupkan aku sekali lagi
Dan kau isi…
Lembar demi lembar buku hayat
Terpahat menggurat riwayat yang akan kubanggakan
Lewat penutur anak cucuku
Bukan biografi yang tamat sebelum dimulai…
Andai puisi ini bisa membawaku ke dalam puisimu
Lalu hidup bersama dalam kitab-kitab cinta tak berkesudahan
Puisi seperti ini sudah kutulis ribuan kali
Setiap kali berlinang-linang roboh bergelimpang
Usang
Kata-kata yang dipaksa terbaca filosofis
Padahal aku-pun sama bodohnya
Dengan kehampaan jeda aksara
Aku bercerita tentang mereka seperti telah lama
Mendekam dalam asam-garam mata-mata letih itu
Atau susu encer yang terlalu mewah untuk diteguk
Aku bercerita tentang diriku seperti terlatih
Mengenal sisi hitam-putih lekuk-lekuk pribadiku
Andai dari pertama aku tahu bahwa aku tak tahu apa-apa
Andai puisi ini penghujung matiku
Kemudian kau hidupkan aku sekali lagi
Dan kau isi…
Lembar demi lembar buku hayat
Terpahat menggurat riwayat yang akan kubanggakan
Lewat penutur anak cucuku
Bukan biografi yang tamat sebelum dimulai…
Andai puisi ini bisa membawaku ke dalam puisimu
Lalu hidup bersama dalam kitab-kitab cinta tak berkesudahan
Paceklik
ANNI SOETARDJO
Cegah aku menyajakkan ulah pecundang barbar
Penadah makar saling mencakar wajah bergambar pahlawan
Kuku-kuku beracun berebut simpati
Citra sanjung stansa gadungan
Bukankah hymne itu pun sebuah tipuan ?
Agar lengking tawamu terdengar santun di telinga orang tuli
Kau jejalkan wacana perkapita di layar kaca tanpa kaca
Pada penonton katarak
Telentang telanjang di atas meja
Amplop tebal terbuka pintu kamar terbuka
Terang-terangan terbuka !
Tapi kita pura-pura saling melempar senyum dengan bibir terkunci
Berharap Yusuf datang menafsirkan tamsil-tamsil pudar
Lalu PACEKLIK KEBERANIAN benar-benar berakhir…
Cegah aku menyajakkan ulah pecundang barbar
Penadah makar saling mencakar wajah bergambar pahlawan
Kuku-kuku beracun berebut simpati
Citra sanjung stansa gadungan
Bukankah hymne itu pun sebuah tipuan ?
Agar lengking tawamu terdengar santun di telinga orang tuli
Kau jejalkan wacana perkapita di layar kaca tanpa kaca
Pada penonton katarak
Telentang telanjang di atas meja
Amplop tebal terbuka pintu kamar terbuka
Terang-terangan terbuka !
Tapi kita pura-pura saling melempar senyum dengan bibir terkunci
Berharap Yusuf datang menafsirkan tamsil-tamsil pudar
Lalu PACEKLIK KEBERANIAN benar-benar berakhir…
Kemarau
ANNI SOETARDJO
Sepenuh bagai
Ku merinai deras hujan yang masih dalam rencana
Membasahi tanah perindu hitungan bulan menanggung rana
Meranaku masai
Kerontang pancuran teranggur-anggur
Daun-daun mengering tangkai
Berguguran serupa bangkai
Anai-anai musim padi telah usai
Angin lalai melandai
Kita mengharui istisqoq ini dalam berbagai
Namun tetap saja hujan sembunyi sebagai ANDAI
Camplong_28 September 2011/16.48 (musim jambu belum selesai…)
Ku merinai deras hujan yang masih dalam rencana
Membasahi tanah perindu hitungan bulan menanggung rana
Meranaku masai
Kerontang pancuran teranggur-anggur
Daun-daun mengering tangkai
Berguguran serupa bangkai
Anai-anai musim padi telah usai
Angin lalai melandai
Kita mengharui istisqoq ini dalam berbagai
Namun tetap saja hujan sembunyi sebagai ANDAI
Camplong_28 September 2011/16.48 (musim jambu belum selesai…)
Jumat, 04 November 2011
Rabu, 02 November 2011
ke kotamu
maka kususuri panjang rel kereta api. singgah sebentar di warung kopi.
Hikayat Si Buruk Rupa
~ telah lebih sepuluh tahun dunia mengasingkanku dalam lumut ruang waktu.
setiap segala adalah cibir. pun balita melempari popok kala longok terpurukku.
keterasingan yang sempurna.
kukukaki hitam satusatu kawan. kepinding pada uban pun enggan berpesan.
dunia berpesta dalam gairah fana. lena tetangga akan adaku.
..aku adalah bagian dari entah apa.
setiap segala adalah cibir. pun balita melempari popok kala longok terpurukku.
keterasingan yang sempurna.
kukukaki hitam satusatu kawan. kepinding pada uban pun enggan berpesan.
dunia berpesta dalam gairah fana. lena tetangga akan adaku.
..aku adalah bagian dari entah apa.
Langganan:
Postingan (Atom)