kausimpan rapat rahasia sepotong kue serabi
tentang campuran apa yang menyembulkan pori-pori
namun terlupa gigi ompong di tengah
sepotong sisa nasi kisruhi adonan keramat
siang tak mengabarkan apa-apa selain gerah
tentang panas yang semestinya belum musim
namun hujan sah-sah saja enggan turun
masa katak beranak pinak dalam tempurung
hilang sudah berganti cumbu ular di rumpun bambu
mata jernihmu tak kujumpa di warung gado-gado sebelah rumah
tentang aromamu tertinggal di angin semilir
bukan bau yang biasa kuhidu
namun siapa larang jika kaubosan jadi babu?
kubuat catatan kecil tentangmu
bahwa tak seharusnya debu hinggap di lipatan baju
semestinya gerimis menggagalkan muslihat-muslihat
agar senja nanti langit berwarna merah jambu
Bengkulu, 7 Januari 2012
Senin, 30 Januari 2012
HUJAN
Murung
Kelam sekeliling menelikung
Hangat kopi memancing badung
Yang menang tetaplah sarung
Genang
Mata langit meruah linang
Buram jendela mengabur pandang
Bibir monyong sedari pagi terhidang
Hujan
Bikin Sutan jadi kurang kerjaan
Menulis puisi sambil fesbukan
Menangisi rindu telah bosan
Bengkulu, 8 Januari 2011
Kelam sekeliling menelikung
Hangat kopi memancing badung
Yang menang tetaplah sarung
Genang
Mata langit meruah linang
Buram jendela mengabur pandang
Bibir monyong sedari pagi terhidang
Hujan
Bikin Sutan jadi kurang kerjaan
Menulis puisi sambil fesbukan
Menangisi rindu telah bosan
Bengkulu, 8 Januari 2011
Pertempuran
dia mengintai dari balik selimut
menatap gerakku tak berkedip
sambil mengasah pisau dengan batu dendam,
__bukannya aku tak tahu
aku mengintai dari balik tirai
menunggu lengahnya tak berjeda
sambil mengisi senapan dengan peluru kesumat,
__bukannya dia tak tahu
perseteruan ini menunggu puncak
saat rencana busuknya bertemu akal busukku
dipastikan meledak di gelanggang berdarah
dengan cabikan di hati dan jiwa
sedangkan air mata penyaksi hanya bumbu
hingga dua petarung gugur dalam tangis sesal
__bukannya kami tak tahu
Bengkulu, 9 Januari 2012
menatap gerakku tak berkedip
sambil mengasah pisau dengan batu dendam,
__bukannya aku tak tahu
aku mengintai dari balik tirai
menunggu lengahnya tak berjeda
sambil mengisi senapan dengan peluru kesumat,
__bukannya dia tak tahu
perseteruan ini menunggu puncak
saat rencana busuknya bertemu akal busukku
dipastikan meledak di gelanggang berdarah
dengan cabikan di hati dan jiwa
sedangkan air mata penyaksi hanya bumbu
hingga dua petarung gugur dalam tangis sesal
__bukannya kami tak tahu
Bengkulu, 9 Januari 2012
Sajadah
Pada kuning hamparmu, sujudku berkhidmat
Bulir-bulir adalah harapan penuh senyum
Matahari dan sungai merangkai pelangi
Pada lupa akan bergantinya musim, kepalku meradang
Retak-retak tanah adalah matinya tengadah syukur
Matahari dan sungai bergidik mengkerut
Sajadahku berduri
Kuinjak sekeruh hati, sebagai alas maki-makian keji
Pada air sungai yang tak lagi mengaliri
Bengkulu, 10 Januari 2012
Bulir-bulir adalah harapan penuh senyum
Matahari dan sungai merangkai pelangi
Pada lupa akan bergantinya musim, kepalku meradang
Retak-retak tanah adalah matinya tengadah syukur
Matahari dan sungai bergidik mengkerut
Sajadahku berduri
Kuinjak sekeruh hati, sebagai alas maki-makian keji
Pada air sungai yang tak lagi mengaliri
Bengkulu, 10 Januari 2012
Kirimkan Lewat Hujan
Aku sedang gundah, Dinda
Hujan tak mengabarkan aroma ketiakmu
Tiap rintik masih saja menyuntikkan perih nan serupa
Dua musim sudah, kukira...
Aku terdiam di bingkai dingin
Bersendiri di ramainya gaduh
Menghirup udara sepi
Kita bercinta dalam asuhan purnama nan hadirnya tergores di batu
Namun hujan mengikis turus terakhir
Gundahku tak bermuara, kala kulupa, telah berapa lama kita tak bersama
Aku semakin gundah, Dinda
Kirimlah aroma ketiakmu...lewat hujanpun tak apa
Bengkulu, 15 Januari 2012
Hujan tak mengabarkan aroma ketiakmu
Tiap rintik masih saja menyuntikkan perih nan serupa
Dua musim sudah, kukira...
Aku terdiam di bingkai dingin
Bersendiri di ramainya gaduh
Menghirup udara sepi
Kita bercinta dalam asuhan purnama nan hadirnya tergores di batu
Namun hujan mengikis turus terakhir
Gundahku tak bermuara, kala kulupa, telah berapa lama kita tak bersama
Aku semakin gundah, Dinda
Kirimlah aroma ketiakmu...lewat hujanpun tak apa
Bengkulu, 15 Januari 2012
Tamat Musim Tarian Panen
rindu terdampar di sepetak sawah retak
menempel pada wangi keringat belalang
hinggap di punggung ikan kecil sekarat
tak berdaya 'tuk susuri pematang rekah
rindu bermuara hujan air mata
kampung tak berani lagi memanggil
selendangmu tergantung cabik
tamat musim tarian panen
RGS
menempel pada wangi keringat belalang
hinggap di punggung ikan kecil sekarat
tak berdaya 'tuk susuri pematang rekah
rindu bermuara hujan air mata
kampung tak berani lagi memanggil
selendangmu tergantung cabik
tamat musim tarian panen
RGS
Mengapa Tak Pernah Kubilang Cinta
Ingin rasanya berbisik lembut di telingamu
bahwa aku cinta kepadamu;
...saat mawar tersenyum di awal pagi,
dengan semerbaknya yang mengirimkan pesan
ada setangkai sedang merekah bunganya
...saat mata kita beradu,
bak embun, bening sayu mencipta gigil
dengan desir-desir halus-halus,
yang kadangkala berubah degup memburu
Namun setiap pagi adalah pagi yang biasa....
Gegas kurapikan selimut hati,
kuseduh pula secangkir kopi hitam
walau di atas meja ada secawan anggur
sesungguhnyalah aku tak ingin mabuk terlalu pagi
Jika boleh kubermisal
maka engkau adalah rembulan, sayang...
Indah kupandang dari kejauhan
namun akan membakar jika kurengkuh
Kau selalu ada,
tersimpan rapi dalam dada
Biarkan saja pagi-pagi kita menjadi pagi-pagi yang biasa
Ada mawar, ada kopi hitam
Aku tak bisa memilikimu
Dengan atau tanpa alasan
Dengan atau tanpa permakluman
Tapi aku sungguh cinta kepadamu melebihi kata-kata
Itu saja!
Bengkulu, 14 Juli 2011
(saat kau bertanya mengapa...)
bahwa aku cinta kepadamu;
...saat mawar tersenyum di awal pagi,
dengan semerbaknya yang mengirimkan pesan
ada setangkai sedang merekah bunganya
...saat mata kita beradu,
bak embun, bening sayu mencipta gigil
dengan desir-desir halus-halus,
yang kadangkala berubah degup memburu
Namun setiap pagi adalah pagi yang biasa....
Gegas kurapikan selimut hati,
kuseduh pula secangkir kopi hitam
walau di atas meja ada secawan anggur
sesungguhnyalah aku tak ingin mabuk terlalu pagi
Jika boleh kubermisal
maka engkau adalah rembulan, sayang...
Indah kupandang dari kejauhan
namun akan membakar jika kurengkuh
Kau selalu ada,
tersimpan rapi dalam dada
Biarkan saja pagi-pagi kita menjadi pagi-pagi yang biasa
Ada mawar, ada kopi hitam
Aku tak bisa memilikimu
Dengan atau tanpa alasan
Dengan atau tanpa permakluman
Tapi aku sungguh cinta kepadamu melebihi kata-kata
Itu saja!
Bengkulu, 14 Juli 2011
(saat kau bertanya mengapa...)
Si Kusut Masai Itu Aku
telah berwindu rasanya tak lagi kureguk embun muda nan dulu adalah reguk pagi buta. kopi garam sempurna pengganti, menurutku. lalu dari pagi ke siang ke malam kugantang cengarcengir dalam khayal nan sama, tentang berpacu menuju asal. padahal debu terlalu tebal melapisi wajah berjerawat kecilkecil. seusap tetes tangis langit serasa tak berarti. kemarau terlalu lama mengurungku.
di persegi kamar melukis semua semu, dengan polesan rayu di sanasini. aku akan berkandang tepat di wangi Tahta-Nya, kataku. maka kupacu lagi khayal dari pagi ke siang ke malam. lenalah pula dunia tertindih bayang langit. megapmegap butuh nafas buatan.
engkau datang.
dengan kuda berpelana emas menjinjing neraca nan setimbang. mengulurkan tambang sutera rapuh berwarna pelangi, tempat biasa burungburung senja merapatkan tengger. namun malam terlalu gegas memanggil kelam.
masih di kamar nan sama, dian pelita pudur. khayal meraba bara. maka sebaiknya pulanglah ke rumah bapakmu, dek. biarkan khayal ini mencapai tamat sempurna. bayang langit masih terlalu perkasa, kusut masai aku jadinya. engkau, pulanglah! pulanglah! pulanglah! jangan sampai kusut masai pula di teraliku.
Bengkulu, 23 Januari 2012
di persegi kamar melukis semua semu, dengan polesan rayu di sanasini. aku akan berkandang tepat di wangi Tahta-Nya, kataku. maka kupacu lagi khayal dari pagi ke siang ke malam. lenalah pula dunia tertindih bayang langit. megapmegap butuh nafas buatan.
engkau datang.
dengan kuda berpelana emas menjinjing neraca nan setimbang. mengulurkan tambang sutera rapuh berwarna pelangi, tempat biasa burungburung senja merapatkan tengger. namun malam terlalu gegas memanggil kelam.
masih di kamar nan sama, dian pelita pudur. khayal meraba bara. maka sebaiknya pulanglah ke rumah bapakmu, dek. biarkan khayal ini mencapai tamat sempurna. bayang langit masih terlalu perkasa, kusut masai aku jadinya. engkau, pulanglah! pulanglah! pulanglah! jangan sampai kusut masai pula di teraliku.
Bengkulu, 23 Januari 2012
Bayang Seroja
Berjuta pagi seusai mimpi, kepulan asap kopi dan rokok bersepakat membayang sebentuk kembang. Kelopak berwarna pastel lembut menyentuh kenangan. Teringat pesanmu di kala musim masih wangi, “Jika kaulihat kepulan asap, kopi pun rokok, ingatlah aku sebagai Seroja penghias mimpi.” Selalu kepulan asap membayang pesanmu, lalu aku selama setengah jam lebih beberapa menit akan menikmatinya dalam kedip sekali dua. Seroja mewakili hadirmu di setiap pagi. Penyemangat menantang matahari, pelipur lara sengitnya hari-hari.
Tak pagi ini.
Kepulan asap kopi dan rokok bersepakat tak membayang sebentuk apa. Segenap imaji kukerahkan melukis kelopak berwarna pastel lembut. Kenangan bergeming pada debar jantung yang biasa. Pasi embun basi jatuh selayak pagi di rerumput. Terlalu biasa pagi ini. Tak Seroja, tak pula kembang apa. Kepulan asap perlahan pergi, menggamit matahari berlalu ke balik gumpal mega. Asa memucat pada kelumun sarung, sebatang rokok dan secangkir kopi.
Bengkulu, 22 Januari 2012
Tak pagi ini.
Kepulan asap kopi dan rokok bersepakat tak membayang sebentuk apa. Segenap imaji kukerahkan melukis kelopak berwarna pastel lembut. Kenangan bergeming pada debar jantung yang biasa. Pasi embun basi jatuh selayak pagi di rerumput. Terlalu biasa pagi ini. Tak Seroja, tak pula kembang apa. Kepulan asap perlahan pergi, menggamit matahari berlalu ke balik gumpal mega. Asa memucat pada kelumun sarung, sebatang rokok dan secangkir kopi.
Bengkulu, 22 Januari 2012
Dari Liang
Alahai, sudah mampus rupanya aku
gelap menjadi dinding, alas dan atap
kelam selimuti pembaringan
cacing kepindingnya
Siapa yang mengantarku kemarin sore?
kamu dimana? dengan siapa? sedang berbuat apa?
tinggal pantul gemetar balasi risau
senyap lesap harap jawab
Alahai, sudah mampus rupanya aku
lerai gelisah nanti paripurna
kambut dosa himpit raga
titik syahadat bernoda pula
Siapa yang ‘kan kipasi gerah?
suluhi kelam dengan seberkas cahaya,
doamukah?
Bengkulu, 19 Januari 2012
gelap menjadi dinding, alas dan atap
kelam selimuti pembaringan
cacing kepindingnya
Siapa yang mengantarku kemarin sore?
kamu dimana? dengan siapa? sedang berbuat apa?
tinggal pantul gemetar balasi risau
senyap lesap harap jawab
Alahai, sudah mampus rupanya aku
lerai gelisah nanti paripurna
kambut dosa himpit raga
titik syahadat bernoda pula
Siapa yang ‘kan kipasi gerah?
suluhi kelam dengan seberkas cahaya,
doamukah?
Bengkulu, 19 Januari 2012
Rabu, 25 Januari 2012
Pelacurmu
Jangan pula berniat menikahiku
Bisa jadi kau akan mengurangi penghasilanku
Repot benar kalau kau harus mencintaiku
Datang saja ke pelukku
Setiap kali kaurindu aroma ratusku
Dan karena aku mencintaimu
Tak perlu pula kaubayar aku
Bisikkan saja janji-janji palsu di telingaku
Niscaya aku pasti tergila-gila padamu
Bisa jadi kau akan mengurangi penghasilanku
Repot benar kalau kau harus mencintaiku
Datang saja ke pelukku
Setiap kali kaurindu aroma ratusku
Dan karena aku mencintaimu
Tak perlu pula kaubayar aku
Bisikkan saja janji-janji palsu di telingaku
Niscaya aku pasti tergila-gila padamu
Rabu, 18 Januari 2012
Helai Mawar
Menjalani kisah bersamamu
tidak seindah menghitung helai mawar
meskipun keduanya sama-sama
hanya untuk tahu ya atau tidak
tidak seindah menghitung helai mawar
meskipun keduanya sama-sama
hanya untuk tahu ya atau tidak
Jumat, 13 Januari 2012
SAJAK UNTUKKU
ANNI SOETARDJO
Sudah lama aku fakir
Syairku terperangkap bubu hilir mudik
Di sungai-sungai kering stanza afkir
Oh, syairku jungkir balik kata-kata pelik
Mana yang untukku ?
Mana-mana pula rindu sederhana seorang kawan lama
Mengukir jendela dan langit-langit bersama-sama menembus kanopi
Bertepi garis horizon senja-senja
Dia menguntai manik-manik metafora dengan kata dua-dua
Untuknya untukku
Lalu dipakaikan kalung itu ke leher jenjangku seperti aqualung para penyelam
Abalon dan mutiara menunggu dibalik terumbu
Lautan sajak penuh huruf “U”
Untukku, untukku, untukku…
Kali ini bisakah untukku saja ?
Sudah lama aku fakir
Syairku terperangkap bubu hilir mudik
Di sungai-sungai kering stanza afkir
Oh, syairku jungkir balik kata-kata pelik
Mana yang untukku ?
Mana-mana pula rindu sederhana seorang kawan lama
Mengukir jendela dan langit-langit bersama-sama menembus kanopi
Bertepi garis horizon senja-senja
Dia menguntai manik-manik metafora dengan kata dua-dua
Untuknya untukku
Lalu dipakaikan kalung itu ke leher jenjangku seperti aqualung para penyelam
Abalon dan mutiara menunggu dibalik terumbu
Lautan sajak penuh huruf “U”
Untukku, untukku, untukku…
Kali ini bisakah untukku saja ?
Rabu, 11 Januari 2012
TUHAN, BERILAH AKU SANDAL!
ANNI SOETARDJO
Tuhan, apakah aku harus datang pada-Mu telanjang kaki? Sudah lama sepatuku dekil dimangsa hujan lalu robek sana-sini digigit tikus. Sandalku sama saja amburadul. Nyaris setipis kertas hingga jika kubernafas lebih keras dari hela, dia kembang-kempis menahan betis lobakku yang bertabi’at grasa-grusu. Sandalku minta suksesi damai, Tuhan…
Akhir-akhir ini, Tuhan. Kenapa sandal sering sekali dipercakapkan dimana-mana, sampai seolah menuding kaki kapalanku. Naik daun padahal tetap paling bawah. Membuat pedagang tas dan ikat pinggang cemburu, kapan giliran mereka jadi sorotan. Lalu dengan latah kutimpali perdebatan itu sekenanya, mudah-mudahan tak kena salah-satu anggota polres. Belakangan mereka stres, takut wajahnya ditimpuk sandal, takut didatangi arwah tahanan yang gantung diri. Ah, kasihan juga. Setiap mau pakai sandal teringat-ingat kaki dimana, leher dimana, lalu hati cekot-cekot dicokot skandal.
Dan aku masih ingin berlari menuju-Mu telanjang kaki, Tuhanku. Tapi Kau saksikan sendiri jalanan beraspal sudah dimark-up jadi setapak taburan paku dan duri-duri, mesti bayar tiket, mesti hati-hati pada pengintai rambu. Apa jadinya jika menginjak kotoran anjing atau terkena tetanus ?!! Dua tapakku ini sama berharganya dengan mereka yang pakai Eiger atau Laboutien, sama-sama keluar dari rahim ibu yang sayang padaku.
Aku sungguh ingin datang menyimpuhkan jiwa-ragaku telanjang dari ubun hingga telapak ke haribaan-Mu, namun sekali ini Tuhan…, berilah aku sandal!
Tuhan, apakah aku harus datang pada-Mu telanjang kaki? Sudah lama sepatuku dekil dimangsa hujan lalu robek sana-sini digigit tikus. Sandalku sama saja amburadul. Nyaris setipis kertas hingga jika kubernafas lebih keras dari hela, dia kembang-kempis menahan betis lobakku yang bertabi’at grasa-grusu. Sandalku minta suksesi damai, Tuhan…
Akhir-akhir ini, Tuhan. Kenapa sandal sering sekali dipercakapkan dimana-mana, sampai seolah menuding kaki kapalanku. Naik daun padahal tetap paling bawah. Membuat pedagang tas dan ikat pinggang cemburu, kapan giliran mereka jadi sorotan. Lalu dengan latah kutimpali perdebatan itu sekenanya, mudah-mudahan tak kena salah-satu anggota polres. Belakangan mereka stres, takut wajahnya ditimpuk sandal, takut didatangi arwah tahanan yang gantung diri. Ah, kasihan juga. Setiap mau pakai sandal teringat-ingat kaki dimana, leher dimana, lalu hati cekot-cekot dicokot skandal.
Dan aku masih ingin berlari menuju-Mu telanjang kaki, Tuhanku. Tapi Kau saksikan sendiri jalanan beraspal sudah dimark-up jadi setapak taburan paku dan duri-duri, mesti bayar tiket, mesti hati-hati pada pengintai rambu. Apa jadinya jika menginjak kotoran anjing atau terkena tetanus ?!! Dua tapakku ini sama berharganya dengan mereka yang pakai Eiger atau Laboutien, sama-sama keluar dari rahim ibu yang sayang padaku.
Aku sungguh ingin datang menyimpuhkan jiwa-ragaku telanjang dari ubun hingga telapak ke haribaan-Mu, namun sekali ini Tuhan…, berilah aku sandal!
Minggu, 08 Januari 2012
KAU TAK ADA
ANNI SOETARDJO
Kubayangkan halimun itu shubuh dingin
Gegas mencari shaf pertama qiyammu ingin
Kabut-kabut melembut menyambut pagi, embunmu
Berasal dari perigi yang sama-kah ?
Embunku juga
Berkilau-kilau ditimpa cahaya lantas tiada
Kembali ke awal periode jam pasir menggugur butir
Rindui bayu berhembus dari punggung pegunungan tapi
Hawa landainya melengkung, membusung lalu membentuk gelembung hangat
Tiba padaku serupa bora
Kunikmati deburan ombak pantai
Bersama angin-anginnya yang mana saja…
(tetap saja kau tak ada)
..........................................
7 Januari 2012
Kubayangkan halimun itu shubuh dingin
Gegas mencari shaf pertama qiyammu ingin
Kabut-kabut melembut menyambut pagi, embunmu
Berasal dari perigi yang sama-kah ?
Embunku juga
Berkilau-kilau ditimpa cahaya lantas tiada
Kembali ke awal periode jam pasir menggugur butir
Rindui bayu berhembus dari punggung pegunungan tapi
Hawa landainya melengkung, membusung lalu membentuk gelembung hangat
Tiba padaku serupa bora
Kunikmati deburan ombak pantai
Bersama angin-anginnya yang mana saja…
(tetap saja kau tak ada)
..........................................
7 Januari 2012
BENDUNGAN
ANNI SOETARDJO
Seperti inilah
Air-air dari mata air yang sama
Hujanmu tempo hari mendadak beku setengah perjalanan ke bumiku
Dan entah kenapa sungaiku berbelok arah menyusur kelok lain
Bukankah telah kita bersumpah pelimbahan sepi takkan tersusut?
Apapun juga aral disambut kendati tujuh samudera berkumpul menjadi satu
Merasuki ceruk-ceruk jiwa
Namun baru sekolam keruh bayang purnama kau benamkan aku pula
Ke dalam pori terkatup, sungguh
Siapa sanggup menampung bandang-bandangku selain Dia ?
(kau berani-kah ?!)
7 Januari 2012
Seperti inilah
Air-air dari mata air yang sama
Hujanmu tempo hari mendadak beku setengah perjalanan ke bumiku
Dan entah kenapa sungaiku berbelok arah menyusur kelok lain
Bukankah telah kita bersumpah pelimbahan sepi takkan tersusut?
Apapun juga aral disambut kendati tujuh samudera berkumpul menjadi satu
Merasuki ceruk-ceruk jiwa
Namun baru sekolam keruh bayang purnama kau benamkan aku pula
Ke dalam pori terkatup, sungguh
Siapa sanggup menampung bandang-bandangku selain Dia ?
(kau berani-kah ?!)
7 Januari 2012
Kamis, 05 Januari 2012
KEMBALI
BENING DAMHUJI
suara-suara asing itu kian menyeretnya ke dunia sunyi
ya, sebuah tempat tanpa bumi air udara api dan suhu
di sanalah dulu dia lama menyendiri menganyam sepi
melepuh tak luluh
merepih tak pula mati
memintal sajaksajak elegi
suara-suara asing itu kian menyeretnya ke dunia sunyi
ya, sebuah tempat yang disebutnya sajadah panjang sufi
di sanalah dulu doa-doanya berkabung berurai air mata
menghamba penuh kehinadinaan
merintih menangisi dosa-dosa yang dikira putih
bersimpuh malu di ujung 'Jemari Kaki Sang Kekasih'
suara-suara asing itu kian menghelanya ke dunia sunyi
dan, dia harus kembali
(Tuhan, aku selalu ingin menemui-MU di tempat sunyi)
Saat hujan di atas kota senja ini, 05 Januari 2012
suara-suara asing itu kian menyeretnya ke dunia sunyi
ya, sebuah tempat tanpa bumi air udara api dan suhu
di sanalah dulu dia lama menyendiri menganyam sepi
melepuh tak luluh
merepih tak pula mati
memintal sajaksajak elegi
suara-suara asing itu kian menyeretnya ke dunia sunyi
ya, sebuah tempat yang disebutnya sajadah panjang sufi
di sanalah dulu doa-doanya berkabung berurai air mata
menghamba penuh kehinadinaan
merintih menangisi dosa-dosa yang dikira putih
bersimpuh malu di ujung 'Jemari Kaki Sang Kekasih'
suara-suara asing itu kian menghelanya ke dunia sunyi
dan, dia harus kembali
(Tuhan, aku selalu ingin menemui-MU di tempat sunyi)
Saat hujan di atas kota senja ini, 05 Januari 2012
Rabu, 04 Januari 2012
elmaut
Cukup perkasakah kau menantang maut?
Sedang kau hanya secoreng arang di tubuh bumi
Kau mungkin pelakon handal di sinema hidup
Seribu wajah seribu senyum
Lalu kau menenggak anggur sukacita
dari piala sesembahan dewa
Kau mungkin penyair ulung
Menabur ludah pada banyak wajah
Lalu kau menjilat ceceran darah
dari hati yang patah
Kau mungkin dipuja
Kau mungkin pemuja
Kau mungkin sesiapa saja yang sanggup menggenggam hasrat dan imaji sesiapa pula
Namun cukup perkasakah kau menantang maut?
Kurasa kau hanya kan mencoreng arang di wajah
Aku bicara tentang kita, atau tentang kami saja pun tak apa
Airmata membelanga tatkala teringat ini cerita
Maut memang selalu jadi sebuah cerita...
dengan genangan airmata berbelanga-belanga.
Jikalah saja.
RGS
Sedang kau hanya secoreng arang di tubuh bumi
Kau mungkin pelakon handal di sinema hidup
Seribu wajah seribu senyum
Lalu kau menenggak anggur sukacita
dari piala sesembahan dewa
Kau mungkin penyair ulung
Menabur ludah pada banyak wajah
Lalu kau menjilat ceceran darah
dari hati yang patah
Kau mungkin dipuja
Kau mungkin pemuja
Kau mungkin sesiapa saja yang sanggup menggenggam hasrat dan imaji sesiapa pula
Namun cukup perkasakah kau menantang maut?
Kurasa kau hanya kan mencoreng arang di wajah
Aku bicara tentang kita, atau tentang kami saja pun tak apa
Airmata membelanga tatkala teringat ini cerita
Maut memang selalu jadi sebuah cerita...
dengan genangan airmata berbelanga-belanga.
Jikalah saja.
RGS
PELANGI
pelangi selengkung pedang
sehabis hujan
mengusap tangis puan
pelangi selengkung pedang
membawa harapan
menebas tangis puan
RGS
sehabis hujan
mengusap tangis puan
pelangi selengkung pedang
membawa harapan
menebas tangis puan
RGS
IBU
ibu, gurat di bawah mata tuamu itu bercerita begitu banyak kisah,
jejak tegas begitu banyak sejarah.
ibu, aku ingin tenggelam dalam kedamaian wajahmu.
menyusuri bertahun-tahun kisah aku dan kamu, berharap hadirku bukan hanya beban bagimu.
"ibu, kapan terakhir kali engkau tersenyum karenaku, ya?"
RGS
jejak tegas begitu banyak sejarah.
ibu, aku ingin tenggelam dalam kedamaian wajahmu.
menyusuri bertahun-tahun kisah aku dan kamu, berharap hadirku bukan hanya beban bagimu.
"ibu, kapan terakhir kali engkau tersenyum karenaku, ya?"
RGS
DESEMBER RAGU-RAGU
pinjami aku kekang dari sembrani gagahmu
aku ingin menghentikan laju waktu tepat di menit ini
jikapun mesti terkapar, kuingin di menit ini saja
atau tuliskan secarik ramuan rahasia agar ragaku bisa tak menua
desember ini aku merasa semakin renta saja
semilir bayu serupa selaksa jarum susupi pori-poriku
jikapun mesti berdarah, kuingin di menit ini saja
aku yakin sangat, desember ragu-ragu menyudahi tiga puluh satu hitungannya
pergantian hari serupa kesia-siaan yang mau tak mau
tak kulihat lagi beda kemarin, hari ini, pun esok
jikapun mesti pudur, kuingin di menit ini saja
aku semakin menua, renta dijemur derita
terkapar, berdarah, pudur
enggan sudah aku berdoa
_demi sebentuk sorga yang entah ada entah tidak
enggan sudah aku menghiba
_demi sebentuk cinta yang entah ada entah tidak
pahamilah, adinda
ini bukan desember pertamaku
ini bukan desember bertabur bunga
ini bukan desember berselimut salju
desember ragu-ragu melaju
selambat apapun itu, tetap akulah yang tertinggal
terkapar, berdarah, pudur
berhentilah wahai kau waktu!
tak ada guna kau sapa esok
hanya hitungan dosaku yang bertambah
sedang ragaku semakin renta menua
maka berhentilah di menit ini saja.
RGS
aku ingin menghentikan laju waktu tepat di menit ini
jikapun mesti terkapar, kuingin di menit ini saja
atau tuliskan secarik ramuan rahasia agar ragaku bisa tak menua
desember ini aku merasa semakin renta saja
semilir bayu serupa selaksa jarum susupi pori-poriku
jikapun mesti berdarah, kuingin di menit ini saja
aku yakin sangat, desember ragu-ragu menyudahi tiga puluh satu hitungannya
pergantian hari serupa kesia-siaan yang mau tak mau
tak kulihat lagi beda kemarin, hari ini, pun esok
jikapun mesti pudur, kuingin di menit ini saja
aku semakin menua, renta dijemur derita
terkapar, berdarah, pudur
enggan sudah aku berdoa
_demi sebentuk sorga yang entah ada entah tidak
enggan sudah aku menghiba
_demi sebentuk cinta yang entah ada entah tidak
pahamilah, adinda
ini bukan desember pertamaku
ini bukan desember bertabur bunga
ini bukan desember berselimut salju
desember ragu-ragu melaju
selambat apapun itu, tetap akulah yang tertinggal
terkapar, berdarah, pudur
berhentilah wahai kau waktu!
tak ada guna kau sapa esok
hanya hitungan dosaku yang bertambah
sedang ragaku semakin renta menua
maka berhentilah di menit ini saja.
RGS
KUCING-KUCINGAN
mari kita main kucing-kucingan
aku sembunyi di balik juntai jubah
kau sembunyilah pula di balik hijab lapis dua
mari kita mulai menghitung mundur dari lima
aku menahan nafas dalam gairah mendera
kau memejam mata pula dalam gamang batas norma
permainan ini harus terus kita jaga rahasianya
bisa celaka jika ada yang turut serta
dan membocorkan persembunyian kita
mari kita main kucing-kucingan
jaga rahasia, bunuh gairah
atau...kita saling terkam saja?
RGS
aku sembunyi di balik juntai jubah
kau sembunyilah pula di balik hijab lapis dua
mari kita mulai menghitung mundur dari lima
aku menahan nafas dalam gairah mendera
kau memejam mata pula dalam gamang batas norma
permainan ini harus terus kita jaga rahasianya
bisa celaka jika ada yang turut serta
dan membocorkan persembunyian kita
mari kita main kucing-kucingan
jaga rahasia, bunuh gairah
atau...kita saling terkam saja?
RGS
PAGI PECAH
belumlah usai embun dijilat surya, gerimis datang menebalkan dendam.
rindu berkalang bau amis darah belalang, sedangkan sembah belum sempurna usai.
setengah hari akan purna begitu saja, sepertinya.
genapkan dahulu pintamu pada tuhan yang berkelamin bimbang.
sebelum rindu semakin mendendam iman.
embun berlapis rintik gerimis...
dan surya tak pernah berpaling ke arah tangis.
serupa apa kisah hari ini?
masihkah doa dan paras memelas jadi alas tipuan nafsumu?
kita membodohi malam di setiap kelamnya.
kita selingkuh ketika siang belum sempurna terang.
kita mengutuk kelamin tuhan yang memanjang...
salahkan saja hujan, jikalau pagi pecah centang perenang.
RGS
rindu berkalang bau amis darah belalang, sedangkan sembah belum sempurna usai.
setengah hari akan purna begitu saja, sepertinya.
genapkan dahulu pintamu pada tuhan yang berkelamin bimbang.
sebelum rindu semakin mendendam iman.
embun berlapis rintik gerimis...
dan surya tak pernah berpaling ke arah tangis.
serupa apa kisah hari ini?
masihkah doa dan paras memelas jadi alas tipuan nafsumu?
kita membodohi malam di setiap kelamnya.
kita selingkuh ketika siang belum sempurna terang.
kita mengutuk kelamin tuhan yang memanjang...
salahkan saja hujan, jikalau pagi pecah centang perenang.
RGS
Tak Perlu Dimengerti
melengganglah waktu dengan lenggok gadis tujuh belas tahun
menyusuri wajah bumi nan semakin berkerut
menyambit bulan agar tak pernah purnama
kemudian hinggap di bawah kelopak mata
dua ratus delapan mantera menyibak misteri
merancang akhir kisah bella dan edward cullen
menghipnotis stephenie meyer agar tak meluka anak serigala
lalu waktu bertumpuk pada sepiring sesal
menyantapnya dengan kesadaran penuh tentang dosa
namun aku lahap tak peduli mertua!
bacalah jejaknya di tiap kerikil pecah
gurat yang dibuat tanpa basa-basi
menintamerahkan sebuah cinta
waktu mengakhiri lenggangnya
di kesakitanku berpisah denganmu
RGS
menyusuri wajah bumi nan semakin berkerut
menyambit bulan agar tak pernah purnama
kemudian hinggap di bawah kelopak mata
dua ratus delapan mantera menyibak misteri
merancang akhir kisah bella dan edward cullen
menghipnotis stephenie meyer agar tak meluka anak serigala
lalu waktu bertumpuk pada sepiring sesal
menyantapnya dengan kesadaran penuh tentang dosa
namun aku lahap tak peduli mertua!
bacalah jejaknya di tiap kerikil pecah
gurat yang dibuat tanpa basa-basi
menintamerahkan sebuah cinta
waktu mengakhiri lenggangnya
di kesakitanku berpisah denganmu
RGS
berbisik di mulutmu
jangan mengira aku akan mencium bibirmu...haram!
aku hanya akan berbisik di mulutmu, sini mendekatlah...
RGS
aku hanya akan berbisik di mulutmu, sini mendekatlah...
RGS
Selimut Batumu
"aku tak pernah melupakanmu, sungguh!
tetapi bukan pula berarti aku selalu mengingatmu"
lalu seekor kupu-kupu menitipkan sebelah sayap padaku
pucat tak bergairah
hingga meluntur pula rona wajahku
aku tetaplah lumut beludru selimut batumu
termangu menghitung waktu
mendungu
RGS
tetapi bukan pula berarti aku selalu mengingatmu"
lalu seekor kupu-kupu menitipkan sebelah sayap padaku
pucat tak bergairah
hingga meluntur pula rona wajahku
aku tetaplah lumut beludru selimut batumu
termangu menghitung waktu
mendungu
RGS
Langganan:
Postingan (Atom)